Agak susah memang menyebut nama band yang satu ini. L’Alphalpha
(le-al-fal-fa), bukanlah band asal Prancis. Tapi boleh jadi nama mereka
akan segera terdengar sampai negeri Eropa itu.
Music Service Asia melirik band yang beranggotakan Herald Reynaldo (vokal), Yudishtira Mahendra alias Yudis (bass), Tercitra Winitya alias Ciwi (keyboard), Ildo Reynardian (drum), Byatriasa Ega (piano), dan Purusha Irma alias Irma (biola) ini untuk menjadi salah satu band indie dari Asia Tenggara yang masuk dalam album kompilasi SEA Absolute Indie yang dirilis 18 Oktober lalu.
Sebelum para musisi yang ada di album tersebut tampil di Festival “Up To Sky” yang akan diadakan pada 3 Desember di Singapura dan 5 Desember di Jakarta, Yahoo! Indonesia OMG berkesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang L’Alphalpha. Seperti apa ya keunikan mereka?
Apa itu L’Alphalpha? Kenapa nama band kalian L’Alphalpha?
Herald: Aku dan Yudis bikin proyek iseng-iseng, di mana kami menyukai film “The Little Rascals” yang salah satu tokohnya bernama Alfalfa. Nama itu enak didengar.
Yudis: Awalnya kan kami berdua, dan “alfa” itu artinya awal. Aku dan Herald nggak mau aku yang pertama, Herald yang kedua. Kami mau jalan bersama, maunya kami semua, sampai sekarang berenam, sama-sama menjadi awal. Kami menghindari penambahan kata “band” atau “the”, akhirnya jatuhlah pada “L’” seperti sekarang.
Kenapa menghindari dua kata itu?
Irma: Nggak enak saja.
Yudis: Alphalpha Band… Duh maaf, kita tidak main di kafe.
Apa yang spesial dari musik kalian?
Herald: Mungkin belum terlalu banyak yang memberikan musik seperti yang kami tawarkan.
Yudis: Keunikan kita ada di gimmick sih. Tidak hanya dari musiknya, tapi kita juga menjual penampilan kita, seperti aku yang suka pake topeng bulu saat di panggung, atau kami juga suka membawa mainan. Itu selalu jadi senjata kita untuk dilihat orang. Kami ingin kami tidak perlu ajak orang, tapi apa yang kita bawa, orang ingin tahu. Paling tidak bisa menonton kita satu atau dua lagu biar kita dikenal.
Bagaimana reaksi kalian pas tahu L’Alphalpha masuk dalam album kompilasi SEA Absolute Indie?
Irma: Crazy, man! Agak syok sih.
Dari awal kalian emang membuat band ini untuk go international?
Herald: Nggak juga sih. Mungkin ini bonus saja.
Irma: Ternyata cocok ya musiknya. Kami main musik ini kan juga hanya sebagai penyalur semangat kami bermusik di balik kesibukan masing-masing. Dengan kami masuk SEA Absolute Indie, nggak menyangka saja.
Herald: Sempat berpikir sih, “Wah aku bisa satu album kompilasi sama band dari New York, Deerhoof, dan band-band lokal yang lebih senior dari kami seperti SORE, WSATCC, dan The Trees and The Wild.”
Yudis: Ini semua berkat manajer kami juga sih. Kami bisa tampil di Singapura, padahal awalnya musik kami hanya pake dua kunci, hanya tampil di gig kecil, bazaar, sampai musik kami bisa sampai ke luar negeri. Aku kaget dan nggak kaget pada saat bersamaan; kaget karena musik kami bisa diterima, nggak kaget karena jualan musik di luar negeri memang jauh lebih mudah. Ketika kami main di sini (dalam negeri), paling hanya disebut di Twitter, tidak pernah ada yang benar-benar mendatangi kami. Berbeda dengan saat kami selesai tampil di luar negeri, tidak peduli kami mengerti bahasa mereka atau tidak, mereka akan mengapresiasi dengan mengajak ngobrol dan bilang mereka beli album kami.
Sudah manggung di mana saja di luar negeri?
Herald, Irma, Ciwi, Yudis: Sejauh ini sih baru di Singapura. Hahaha.
Yudis: Tapi kalau album kami sudah didistribusikan ke Singapura, Malaysia, Jepang.
Kenapa sih lagu-lagu kalian menggunakan bahasa Inggris?
Herald: Pada awalnya lirik lagu kami kan curhatan. Tapi ketika aku menulis dalam bahasa Indonesia, kok kedengarannya kurang bagus. Paling aman ya menggunakan bahasa Inggris, meskipun aku juga kurang jago menggunakan bahasa Inggris.
Lagu “About A Friend” yang masuk album kompilasi SEA Absolute Indie itu tentang apa sih?
Herald: Waktu itu aku, Yudis, dan Ildo lagi mau latihan, dan Ciwi tidak datang. Akhirnya kami bertiga hanya ngobrol saja. Ildo dan Yudis nonton televisi, aku main gitar. Terus saat mereka berdua ikut, terciptalah lagu itu; “Tentang apa ya lagu ini?”, “Ya udahlah tentang Ciwi yang nggak datang latihan saja.”
Music Service Asia melirik band yang beranggotakan Herald Reynaldo (vokal), Yudishtira Mahendra alias Yudis (bass), Tercitra Winitya alias Ciwi (keyboard), Ildo Reynardian (drum), Byatriasa Ega (piano), dan Purusha Irma alias Irma (biola) ini untuk menjadi salah satu band indie dari Asia Tenggara yang masuk dalam album kompilasi SEA Absolute Indie yang dirilis 18 Oktober lalu.
Sebelum para musisi yang ada di album tersebut tampil di Festival “Up To Sky” yang akan diadakan pada 3 Desember di Singapura dan 5 Desember di Jakarta, Yahoo! Indonesia OMG berkesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang L’Alphalpha. Seperti apa ya keunikan mereka?
Apa itu L’Alphalpha? Kenapa nama band kalian L’Alphalpha?
Herald: Aku dan Yudis bikin proyek iseng-iseng, di mana kami menyukai film “The Little Rascals” yang salah satu tokohnya bernama Alfalfa. Nama itu enak didengar.
Yudis: Awalnya kan kami berdua, dan “alfa” itu artinya awal. Aku dan Herald nggak mau aku yang pertama, Herald yang kedua. Kami mau jalan bersama, maunya kami semua, sampai sekarang berenam, sama-sama menjadi awal. Kami menghindari penambahan kata “band” atau “the”, akhirnya jatuhlah pada “L’” seperti sekarang.
Kenapa menghindari dua kata itu?
Irma: Nggak enak saja.
Yudis: Alphalpha Band… Duh maaf, kita tidak main di kafe.
Apa yang spesial dari musik kalian?
Herald: Mungkin belum terlalu banyak yang memberikan musik seperti yang kami tawarkan.
Yudis: Keunikan kita ada di gimmick sih. Tidak hanya dari musiknya, tapi kita juga menjual penampilan kita, seperti aku yang suka pake topeng bulu saat di panggung, atau kami juga suka membawa mainan. Itu selalu jadi senjata kita untuk dilihat orang. Kami ingin kami tidak perlu ajak orang, tapi apa yang kita bawa, orang ingin tahu. Paling tidak bisa menonton kita satu atau dua lagu biar kita dikenal.
Bagaimana reaksi kalian pas tahu L’Alphalpha masuk dalam album kompilasi SEA Absolute Indie?
Irma: Crazy, man! Agak syok sih.
Dari awal kalian emang membuat band ini untuk go international?
Herald: Nggak juga sih. Mungkin ini bonus saja.
Irma: Ternyata cocok ya musiknya. Kami main musik ini kan juga hanya sebagai penyalur semangat kami bermusik di balik kesibukan masing-masing. Dengan kami masuk SEA Absolute Indie, nggak menyangka saja.
Herald: Sempat berpikir sih, “Wah aku bisa satu album kompilasi sama band dari New York, Deerhoof, dan band-band lokal yang lebih senior dari kami seperti SORE, WSATCC, dan The Trees and The Wild.”
Yudis: Ini semua berkat manajer kami juga sih. Kami bisa tampil di Singapura, padahal awalnya musik kami hanya pake dua kunci, hanya tampil di gig kecil, bazaar, sampai musik kami bisa sampai ke luar negeri. Aku kaget dan nggak kaget pada saat bersamaan; kaget karena musik kami bisa diterima, nggak kaget karena jualan musik di luar negeri memang jauh lebih mudah. Ketika kami main di sini (dalam negeri), paling hanya disebut di Twitter, tidak pernah ada yang benar-benar mendatangi kami. Berbeda dengan saat kami selesai tampil di luar negeri, tidak peduli kami mengerti bahasa mereka atau tidak, mereka akan mengapresiasi dengan mengajak ngobrol dan bilang mereka beli album kami.
Sudah manggung di mana saja di luar negeri?
Herald, Irma, Ciwi, Yudis: Sejauh ini sih baru di Singapura. Hahaha.
Yudis: Tapi kalau album kami sudah didistribusikan ke Singapura, Malaysia, Jepang.
Kenapa sih lagu-lagu kalian menggunakan bahasa Inggris?
Herald: Pada awalnya lirik lagu kami kan curhatan. Tapi ketika aku menulis dalam bahasa Indonesia, kok kedengarannya kurang bagus. Paling aman ya menggunakan bahasa Inggris, meskipun aku juga kurang jago menggunakan bahasa Inggris.
Lagu “About A Friend” yang masuk album kompilasi SEA Absolute Indie itu tentang apa sih?
Herald: Waktu itu aku, Yudis, dan Ildo lagi mau latihan, dan Ciwi tidak datang. Akhirnya kami bertiga hanya ngobrol saja. Ildo dan Yudis nonton televisi, aku main gitar. Terus saat mereka berdua ikut, terciptalah lagu itu; “Tentang apa ya lagu ini?”, “Ya udahlah tentang Ciwi yang nggak datang latihan saja.”
No comments:
Post a Comment